Sabtu, 01 Februari 2014

Kini Ia pun Mengerti

 CERPEN KINI IA PUN MENGERTI



Hai malam. Aku menyapa lagi, sebut saja aku senja. Bagaimana kabar nyanyian bintang? Meredupkah atau tetap bersinar?

Iya, tangan ini mulai membuat sketsa tulisan. Ia melihat jam, pukul 22.58. Sayangnya waktu tak berpihak padanya. Namun mata dn otak belum memberi rambu untuk berkawan dengan mimpi. Sudah terlalu larut bercengkrama dengan tulisan.

-sleeptight- kini ia menaruh pena dn kertasnya.
Perlahan tapi pasti ia berusaha memejamkan matanya. Namun kebiasaan yg ia lakukan adalah bernyanyi menyebutNya dengan bulatan kayu untuk indah tidurnya. Namun, ada butiran air terjatuh dari matanya yg terpejam.

Kian lama kian deras. Kali ini Waktu sungguh bengis untuknya. Hari yg indah saja seolah tak ingin berpihak padanya. Yang iya rasa remuk redam.

Dia terus saja mengucapkan namaNya agar hatinya tenang kembali. Apalah daya air mata terus berjatuhan. Kini ia hanya meminta pada TuhanNya agar diijinkan menangis.

Karna tangislah yang pada akhirnya menjadi luapan emosi yang menenangkan hati. Saat hati memang takuat menampung isinya.

Dalam fikirannya adalah mengapa ia terus saja berjalan diatas bara api? Yang mungkin saja menghanguskannya. Mengapa ia terus saja melawan ombak? Yang mungkin saja akan menenggelamkannya?

Ia sadar ia hanya berjuang sendiri. Saat waktu sudah mengatakan "menyerahlah demi kebaikanmu sendiri" Tapi, bukan manusia namanya apabila tidak menggunakan "egoisnya"

Kini, ia mulai menyerah. Dan waktulah yang pada akhirnya menang.

Ia sadar, setiap hari Tuhan memberikan cobaan pada umatNya. Agar ia bisa belajar dewasa dari setiap masalah itu. Selalu ada hikmah. Dan setiap cobaan adalah rindu Tuhan pada kita. Ia bersyukur akan setiap anugrah dalam ceritanya kini.

Kini, ia yang masih saja menitihkan airmata mulai lagi mengambil pena dan kertasnya. Walau malam telah larut ia tak peduli

Ia menuliskan:
Hai, ini aku.
Salamku dari penikmat lantunan 'bintang'mu
Bagaimana kabarmu? Sehatkah? Aku harap begitu
Pernah mendengar setiap tindakan pasti akan ada balasannya?
Kuharap kau tak pernah dengar
Janganlah sampai, karna aku tak ingin kau merasakan yang aku rasakan
Sudahlah cukup aku saja
Aku hanya ingin waktu selalu berpihak padamu
Aku hanya ingin semua dalam hatimu terwujud
Aku hanya ingin kau terus berdiri dan berjalan meski selalu jatuh
Maafkan aku yg mungkin pernah gagal buatmu tersenyum
Terima kasihku hari yg kau beri sungguh romantika yg indah

Ya, begitu isi puisi yang ia ciptakan. Ia berharap angin membawanya dlm mimpi orang yang ia tuju.

Mungkin orangorang mengira ia berlebihan. Tapi, ia bukanlah orang yg suka mengobral cintanya Untuk orang yg salah. Ia akan selektif. Memilih seseorang dalam hidupnya. Memilih yang tak butuh alasan untuk mencintai orang tersebut. Ya, begitulah ia mengartikan pasangan.

Ia mengartikan bahwa cinta tak butuh alasan. Apabila nyaman muncul maka itu adalah bonus dari cintamu yg tulus.

Begitulah ia mencintai sosoknya. Dan kini ia harus menyerah. Benar-benar menyerah. Ia tahu, jalan fikirannya beda dengan orang-orang lain. Ia hanya ingin menghargai apa itu rasa.

Kini hatinya mulai sedikit longgar. Puisi dan tetesan airmatanya adalah penghantarnya. Penghantar yang ia tak tau bagaimana takdir lainkan menyapanya.

Pukul 00.05. Ia membuka jendela kamarnya. Dan ia melihat bintang-bintang yg berkedip dengan cantiknya.

"Bintang dilangit, aku tak ingin kau jauh. Esok, kau akan menjadi bintang gemerlap dalam kamarku. Agar aku tak merasa takut dan kesepian. Ini ada puisiku untuknya. Tolong bintang di langit, berbaik hatilah padanya. Terangi tidurnya, ya. Karna aku takkan lagi menjadi bintangnya" begitu ia berkata pada bintang dilangit sana.

Ia mulai menutup jendelanya. Mata yang berat akan menjadi saksi esok, dimana ia menangis sungguh kacaunya.

Selamat tidur. Mimpilah indah.

(Bagi siapapun yang membacanya, maknai setiap keadaan pada dirimu. Bahwa itu anugrah. Tuhan selalu memberikan kita sebab karna Tuhan mempunyai alasan yg indah. Barrakollah)
OktavianiJK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar